Selasa, September 02, 2008

Perjalanan Akhir Pekan

Pucok Krueng, 31 Agustus 2008. Lalu-lalang kenderaan hilir mudik di sepanjang jalan, cekikin anak-anak kecil setelah mencicipi kuah lezat ibunya tersenyum di depan pintu rumah. Huiiihhhh….hari Meugang bro!. Aroma wewangian berhembus di sela-sela deru ban mencengkeram jalan berbatu tak menghalangi para pesepeda mengayuh sepedanya menyeruak belantara Mata Ie yang rimbun namun hangat pagi itu. Sesekali melihat jam, merapal titik keringat membasahi ubun-ubun dan pangkal lengan serta menghitung tanjakan dan menyelisik awal turunan panjang merupakan bonus dan medali mahal, harus di nikmati.

Satu jam berlalu, tiba jua di persimpangan Kampung Naga, kecamatan Lhoknga, Aceh Besar. Namun naas, Rudi, 31 tahun harus merawat sepeda kesayangannya akibat kecepatan laju di atas bebatuan menyebabkan ‘as’ belakang harus dikencangin. Tegukan air terakhir dari botol mampu menghela dahaga keluar dari kerongkongan dan kembali memulai mengayuh melibas jalanan becek.

Gemerincing air bersiul-siul diantara dedaunan pinggir jalan membuat sejumlah pesepeda menambah kecepatan, terbayang dinginnya air dari mata air Pucok Krueng mampu meruntuhkan kelelahan yang mendera sepanjang perjalanan. Husssssss…..pemandangan itu akhirnya ada didepan mata, Romi,30 tahun tanpa pikir panjang menyandarkan sepeda kesayangannya dan langsung menyeburkan diri ke kawah hijau. Bruurrrr…’dingin banget’ ujarnya cekikikan karena lupa melepas sarung tangan.

Hampir dua jam, canda-tawa pesepeda memecah keheningan bukit terjal berkawah air segar ini, tebing tinggi kokoh bak pembatas adalah idola para climbers untuk belajar dan melatih fisiknya itu tak bergeming. Melepas penat menyongsong bulan Ramadhan di esok hari dengan bersepeda memiliki sensasi tersendiri, selain melatih fisik dan ketahanan tubuh namun juga mendekatkan diri dengan Keagungan Sang Pencipta, Allah SWT. Minggu yang hangat menghantarkan pesepeda kembali ke rumah dan saling bertukar kata maaf dan melempar senyum “Selamat menjalankan ibadah puasa, kawan!”

(courtesy by: http://pedalatjeh.blogspot.com)

Jumat, Agustus 22, 2008

Pacuan Kuda Negeri Antara


Joki belia berpacu merebut posisi terdepan (21/08/08), event tahunan pacuan kuda yang digelar di Pegasing, Takengon Aceh Tengah ini merupakan ajang budaya bergengsi di daerah berhawa sejuk tersebut.

Rabu, Juli 09, 2008

Para Pembingkai Cahaya

Pro : Yo, Naseer dan Agoez

PARA Demo KIP Aceh

Pendukung Partai Lokal PARA yang tidak lulus verifikasi melakukan demo ke kantor KIP, Banda Aceh (9/7). Pendemo yang kebanyakan perempuan ini memprotes hasil verifikasi tersebut yang sangat tidak menguntungkan dan menuduh KIP melakukan diskriminasi terhadap partai mereka.

Sabtu, Mei 31, 2008

Rabu, Mei 28, 2008

Rebutan Bebek















Aksi rebutan bebek di Krueng Aceh, (28/5) dalam memperingati hari kebangkitan nasional

Jumat, Mei 23, 2008

Malam Renungan HIV dan Aids.

Peserta mengikuti tafakkur dan renungan pada Jumat (23/5) malam di Taman Sari Banda Aceh. Kegiatan ini digelar sedikitnya 14 lembaga yang peduli terhadap penyakit HIV dan AIDS Lembaga tersebut di antaranya, Aceh Journalist For AIDS (AJFA), Violet Grey, CMPP, YAKITA, MAP, TAMMI, Forhaka, Sefa, PMI, WCP, IYP,Care, NAD Support Group.

Kamis, Mei 15, 2008

Selasa, Mei 13, 2008

MATAHARI DI UJUNG SAWANG BUNGA




Matahari hampir sepenggalah kala biduk-biduk tua itu berlabuh. Usai mendaki gelombang dan dihempas riak, pria-pria legam itu melempar jala ke kasik (pasir putih) Sawang Bunga. Tibalah waktunya menyiang nafkah.

Rupa Ahmad telah kuyup peluh, saat memungut satu persatu ikan di palung biduk. Walau tak banyak ikan nyangkut dijalanya, pria berusia 51 tahun itu tetap tersenyum."Cukup membuat anak saya bisa makan ikan segar hari ini," ujarnya getir.

Bagi warga Kecamatan Samadua, Aceh Selatan, profesi nelayan merupakan warisan leluhur. Dua jam mengayuh perahu hingga ke karang-karang bunga tempat ikan-ikan bermukim. Tak jarang saat angin berhembus kencang, biduk hanya jadi kayu terapung diseret arus Samudra Hindia.

Bagi para penjala ikan, memiliki perahu bermesin merupakan impian. Mereka pekerja keras, walau bermodal biduk tua tak sedikit yang mampu menyekolahkan anak hingga perguruan tinggi.

Sawang Bunga memang 'kaya biduk'. Tapi biduk jelas tak kuasa melawan ombak tinggi, tak kuat menentang angin, konon mengantar pemiliknya ke titik sejahtera. Entah sampai kapan para nelayan harus takluk pada cuaca.



Sabtu, Mei 03, 2008

Alue Naga


M. Risyad (49) nelayan asal Alue Naga, Banda Aceh beristirahat sejenak setelah menambang pasir di bantaran sungai, pekerjaan sampingan ini dilakukan saat tidak melaut karena cuaca buruk dan kurang hasil tangkapan ikan.

Penjaja Ikan di Nias


Perempuan penjual ikan di Gunung Sitoli, Nias. Di Nias ibu rumah tangga lebih berperan sebagai tulang punggung keluarga dibandingkan seorang suami.

Sabtu, April 26, 2008

May Day

Pekerja sedang membengkok kawat untuk penyangga pelabuhan di Nias, Sumut. Upah minimum harian buruh di Indonesia masih di bawah rata-rata dan kurang mendapat perhatian pemerintah.

Senin, April 21, 2008

Teplok

Saat PLN menggila dalam melayani pelanggannya, banyak anak-anak harus belajar dan mengaji menggunakan lampu teplok sebagai penerang, krisis listrik melanda hampir semua daerah di Indonesia tanpa ada jalan keluarnya. Kita tunggu saja, siapa tau kita harus kembali ke jaman purba lagi,....yang serba krisis dan nihil kepedulian....

Rabu, April 16, 2008

Situs Sejarah Nias Selatan








Lompat batu di latih kepada setiap pemuda Teluk Dalam, Nias Selatan untuk mengantisipasi serangan musuh, perang antar desa sering terjadi disana dan dipicu hal-hal sepele berujung perang tanding yang terkadang menelan korban jiwa.Ukiran mahkota raja di pahat secara sepasang (raja dan ratu) di sudut rumah peninggalan raja Nias Selatan. Pedang dan perkakas perang yang tersimpan di rumah besar yang di huni oleh keturunan raja, dalam adat Nias, lelaki lebih dominan menguasai kekuasaan dan kekayaan raja. Kebanyakan istri melakukan semua tugas rumah tangga.



Pentas Monolog


Maryam Supraba dan Diyah Pitaloka dalam pentas monolog 'perempuan mencari malam' di Taman Budaya, Banda Aceh (24/3/08) silam

Pawai Adat Raja Kejutkan Warga Kota

Reporter : Dara

Banda Aceh, acehkita.com. Pawai Adat Raja Aceh masa lampau kembali digelar dalam pekan kebudayaan Diwana Cakradonya. Ahad (13/4). Sayang, pawai itu tak tersosialisasi dengan baik sehingga warga Banda Aceh yang sedang berada di jalan-jalan menjadi terheran-heran. Dalam pawai itu, Gubernur Irwandi Yusuf menunggai gajah bernama Sadat.

Pantauan acehkita.com, pelaksanaan Pawai Kebesaran Adat atau Ranjoe Peukateun Raya menyita perhatian warga Kota Banda Aceh. Mereka tampak kagum melihat pawai yang diikuti sembilan gajah yang berjalan beriringan di pusat Kota Banda Aceh. Apalagi, Ranjoe Peukateun Raya ini untuk pertama sekali digelar dalam 300 tahun terkahir ini. Namun, sejumlah warga tak bisa menyembunyikan keterkejutannya saat melihat iringan gajah yang ditumpangi lelaki berpakaian adat.

Keterkejutan itu bertambah karena para penumpangnya adalah para pejabat Aceh. Ada Gubernur Irwandi Yusuf yang menunggangi gajah Sadat, Panglima Kodam Iskandar Muda Mayjen Supiadin dengan gajah Madeung, dan Kapolda Aceh Irjen Rismawan dengan gajah bernama Rahmat.

Kurangnya mendapat perhatian warga ini disebabkan minimnya sosialisasi yang dilakukan panitia. “Perisapan yang kita punya hanya seikit, jadi meski sudah diserahkan kepada instansi terkait tapi masih kurang optimal,” kata Sekretaris Panitia Diwana Cakradonya, Ahad (13/4).

Kepala Museum Aceh Nurdin AR mengatakan, kegiatan pawai atau ranjoe, ini sering dilakukan Sultan Iskandar Muda untuk melakukan patroli melihat langsung kehidupan rakyat di Kuta Radja. Lebih khusus lagi menunggangi gajah dilakukan Sultan untuk menuju lokasi salat Id di hari raya Idul Adha. Setelah salat kemudian Sultan melakukan ibadah kurban, dan sesudah itu pawai sambil melihat perayaan Idul Adha di kalangan rakyatnya, jelas Nurdin.

Selain iring-iringan gajah, dalam pawai ini juga terdapat iringan imum mukim se-Aceh, pengiring raja atau sultan, pasangan linto dan dara baro, dalupha (rombongan badut), serta mahadagrap alias pasukan pengawal raja.

Iring-iringan Ranjoe Peukaten Raya ini juga turut dimeriahkan oleh rombongan Kutaradja Scooter Club dan Motor Tiger Club, serta rombongan rapai uroeh, yang melintasi rute Meuligoe Gubernur, Taman Putroe Phang, Taman Sari, Blang Padang, Masjid Raya Baiturrahman, dan berkahir di makam Sultan Iskandar Muda, dekat Meuligoe. [dzie]




Minggu, April 13, 2008

Potret Sang Environmental



Penjaga kebersihan kota Banda Aceh saat berangkat pulang, sejak pukul 05.30 subuh mulai memungut setiap helai sampah. Namun miris ' gaji kami kecil dan pas-pasan untuk biaya hidup keluarga' ujar Nurdin (50) pekerja harian.


Sabtu, April 12, 2008

Yaahowwu Nias


Ine Fauziah (46) keturunan Aceh yang tinggal ratusan tahun lalu di pulau Nias, banyak keturunan Aceh mendiami di desa Mudik, Gunung Sitoli dan bergaul akrab dengan warga pribumi, sebagian besar tidak mengerti lagi bahasa Endatunya.

Mata Di Gunung Sitoli


Ayu (6) tinggal bersama ibunya Surani Telomania di Howu-howu, Gunung Sitoli, Nias. Mereka korban gempa yang rumahnya di relokasi di desa tersebut, meskipun di rehab minimal mereka sangat bersyukur.

Kamis, April 10, 2008

Sorake Surfer



Atraksi surfer di pantai Sorake, Teluk Dalam, Nias Selatan SUMUT

Jumat, April 04, 2008

Demo


seorang ibu berorasi saat seratusan massa dari pantai barat-selatan menolak dana rehab 2,5 juta di kantor BRR Aceh-Nias (4/4) setelah menempuh perjalanan semalaman via calang.

Demo


seorang ibu berorasi saat seratusan massa dari pantai barat-selatan menolak dana rehab 2,5 juta di kantor BRR Aceh-Nias (4/4)

Kamis, April 03, 2008

Dituding Sebarkan Aliran Sesat
Tarmizi Nyaris Dihakimi Massa

Minggu, 30 Maret 2008, 07:37 WIB
Reporter : Chaideer
Lamno, acehkita.com. Ustad Tarmizi, pengurus Yayasan Al Abbasi Desa Gle Putoh, Kecamatan Jaya, Aceh Jaya, nyaris dihakimi ratusan massa dari berbagai desa di Lamno, Jumat (28/3) malam, karena dituding menyebarkan ajaran sesat dan pendangkalan aqidah.
Kekesalan warga tak terlepas dari serangkaian ceramah yang disampaikan Ustad Tarmizi. Beberapa waktu lalu, bahkan Tarmizi menyebarkan selebaran yang menyebutkan semua ulama di Aceh Jaya sesat. Klimaks dari kejadian itu terjadi usai ustad asal Aceh Barat dan pernah belajar di Arab Saudi itu berkhutbah di Kecamatan Lamno, Jumat. Dalam khutbah Jumat itu, Ustad Tarmizi secara terang-terangan mengatakan semua ulama ahlussunnah wal jamaah adalah munafik.
“Pernyataan itu membuka konflik bid’ah dan khilafiyah yang mengakibatkan perpecahan umat Islam,” kata Teungku Faisal, anggota Majelis Permusyawaratan Ulama Aceh Jaya.
Tak terima, ratusan warga kemudian mengepung Yayasan Al Abbasi dan menyeret Ustad Tarmizi ke Masjid Sabang, Lamno. Massa meminta Tarmizi meminta maaf atas ucapannya di depan masyarakat dan Muspika Jaya. Saat aksi itu, sejumlah massa bahkan menyerukan supaya Tarmizi dibunuh. Namun aksi itu tak sampai terjadi karena dicegah sejumlah ulama dayah. Hingga kemudian, Tarmizi diserahkan kepada aparat keamanan untuk diamankan.
Yayasan Abbasi telah beroperasi selama empat bulan terakhir. Disebut-sebut, Yayasan ini didanai NGO AMCS Banda Aceh. Yayasan ini aktif membantu anak yatim piatu dan mengajarkan ilmu agama Islam secara gratis. Busran, ketua AMCS, membantah tudingan lembaganya menyebarkan ajaran sesat.
Pascapenyelidikan yang dilakukan aparat Polsek Jaya, tidak ditemukan adanya unsur pendangkalan aqidah yang dilakukan Tarmizi melalui Yayasan Al Abbasi itu. [dzie]

Rabu, April 02, 2008

Mata-mata di Blang Teue


anak-anak di panti asuhan di gampong Blang Teue Lhokseumawe, panti asuhan untuk anak-anak korban konflik dan tsunami, kondisi mereka sangat memprihatinkan dan kurang mendapat perhatian dari pemerintah.

Flare of heart

berdetik cahaya kilat bathin menyirna di pelung mata, tercerna damai mengepul asa, datanglah....ijinkan aku diantaranya...disini, sekarang dan dalam hening ini...