Pucok Krueng, 31 Agustus 2008. Lalu-lalang kenderaan hilir mudik di sepanjang jalan, cekikin anak-anak kecil setelah mencicipi kuah lezat ibunya tersenyum di depan pintu rumah. Huiiihhhh….hari Meugang bro!. Aroma wewangian berhembus di sela-sela deru ban mencengkeram jalan berbatu tak menghalangi para pesepeda mengayuh sepedanya menyeruak belantara Mata Ie yang rimbun namun hangat pagi itu. Sesekali melihat jam, merapal titik keringat membasahi ubun-ubun dan pangkal lengan serta menghitung tanjakan dan menyelisik awal turunan panjang merupakan bonus dan medali mahal, harus di nikmati.
Satu jam berlalu, tiba jua di persimpangan Kampung Naga, kecamatan Lhoknga, Aceh Besar. Namun naas, Rudi, 31 tahun harus merawat sepeda kesayangannya akibat kecepatan laju di atas bebatuan menyebabkan ‘as’ belakang harus dikencangin. Tegukan air terakhir dari botol mampu menghela dahaga keluar dari kerongkongan dan kembali memulai mengayuh melibas jalanan becek.
Gemerincing air bersiul-siul diantara dedaunan pinggir jalan membuat sejumlah pesepeda menambah kecepatan, terbayang dinginnya air dari mata air Pucok Krueng mampu meruntuhkan kelelahan yang mendera sepanjang perjalanan. Husssssss…..pemandangan itu akhirnya ada didepan mata, Romi,30 tahun tanpa pikir panjang menyandarkan sepeda kesayangannya dan langsung menyeburkan diri ke kawah hijau. Bruurrrr…’dingin banget’ ujarnya cekikikan karena lupa melepas sarung tangan.
Hampir dua jam, canda-tawa pesepeda memecah keheningan bukit terjal berkawah air segar ini, tebing tinggi kokoh bak pembatas adalah idola para climbers untuk belajar dan melatih fisiknya itu tak bergeming. Melepas penat menyongsong bulan Ramadhan di esok hari dengan bersepeda memiliki sensasi tersendiri, selain melatih fisik dan ketahanan tubuh namun juga mendekatkan diri dengan Keagungan Sang Pencipta, Allah SWT. Minggu yang hangat menghantarkan pesepeda kembali ke rumah dan saling bertukar kata maaf dan melempar senyum “Selamat menjalankan ibadah puasa, kawan!”
(courtesy by: http://pedalatjeh.blogspot.com)